Powered By Blogger

Friday, December 18, 2015

Jika saya menjadi: orang tua

Sebelumnya niat menulis tentang fenomena-fenomena uniki yang terjadi di Jakarta, tapi entah kenapa akhirnya milih tema ini untuk coba ditulis dalam blog

Hari ini, 18 Desember 2015 rasanya menyedihkan setelah berhari-hari memantau berita sepak bola, akhirnya muncul berita mengejutkan yaitu "Jose Mourinho dipecat Chelsea untuk kedua kalinya". Sungguh sedih karena saya adalah pendukung Chelsea dan terutama penggemar Mourinho. Tapi ya sudahlah semoga Mou sukses di masa depannya, ia pelatih yang hebat dan bergelimang gelar.

Eitss kembali ke laptop, mengapa saya menulis ini? karena seringkali saya merasa kritis terhadap sikap dan perlakuan orang dewasa (baca: orang tua) di seluruh dunia. Saya juga terpengaruh dengan pemikiran kritis Antoine De Saint Exupery, penulis terkenal dari Prancis mengenai gambaran orang dewasa saat ini. 

Ya singkat kata, saya membayangkan seandainya nanti jalan hidup memang menuntun saya menjadi orang tua, kira-kira inilah yang akan saya ajarkan kepada anak saya:

1. Mengutamakan Tuhan dalam segala hal

Pertama, saya ingin mengajarkan kepada anak saya bahwa Tuhan harus diutamakan dalam segala hal. Ini jelas harus dilakukan, sering saya mendengar dari beberapa anak dalam acara-acara Keuskupan Bogor, bahwa orang tua tidak pernah mengajak anak membaca Kitab Suci, bahkan berdoa bersama saja tidak pernah. Jika saya menjadi orang tua nanti saya akan berusaha untuk selalu mengajarkana anak saya untuk mengutamakan Tuhan dalam segala hal. Ya orang dewasa seringkali terlalu sibuk bekerja akibatnya kurang memberi waktu bagi diri sendiri, keluarga, dan bagi Tuhan sendiri.

2. Bertanggung jawab


Kedua, saya ingin mengajarkan anak saya nanti bahwa setiap orang harus bertanggungjawab. Tidak perlau jauh-jauh, sikap bertanggungjawab dapat dilatih dari bagaimana anak diajarkan untuk merawat hewan peliharaan yang ada. Ya seringkali orang tua tidak mengajarkan anaknya untuk bertanggungjawab atas peliharaan mereka, atas apa yang mereka punya. Akibatnya, banyak hal menjadi terlantar dan tidak lagi diperhatikan. Lalu saya juga ingin mengajarkan anak saya untuk tidak terlalu bergantung pada pembantu, jika tidak ada pembantu cucilah piring bekas makan sendiri dsb. Kalau saya punya anak perempuan, saya akan mengajarkan dia untuk bertanggungjawab atas dirinya dengan cara belajar masak. Ya saat ini seringkali anak perempuan karena berbagai alasan dilarang memasak atau tidak pernah diajarin masak, akibatnya nantinya mengandalkan diri pada orang lain. Ironis bukan?

3. Mencintai alam dan kehidupan di dalamnya

Ini ada sambungannya dengan nomor 2 di atas, saya ingin mengajarkan anak saya untuk mencintai hewan dan tumbuhan. Mengapa? seringkali anak tidak diajarkan hal ini, seakan orang tua menghindari anaknya dari komunikasi dengan alam terutama hewan. Bahkan banyak anak yang memelihara binatang secara tidak bertanggungjawab, diserahkan kepada pembantu atau dibiarkan begitu saja. Bagaimanapun hewan juga punya hak hidup, bila kita sudah memeliharanya maka kita bertanggung jawab penuh atasnya. Demikian juga dengan tumbuhan, saya selalu kritis terhadap orang tua yang seakan melarang anak untuk pergi ke gunung bahkan kebun saja tidak boleh, dengan alasan berbahaya, dsb. Seakan-akan anak tidak boleh lecet sedikitpun, hei padahal bagaimanapun anak juga harus belajar mengenai alam dan belajar pula menghargainya.

Jika nanti saya menjadi orang tua, saya akan meminta anak saya untuk memilih apakah mau anjing atau kucing? mau pelihara atau tidak? kalau mau kamu harus mengurusnya, memberinya makan, mengajaknya bermain,dll. Kamu mau pelihara tanaman atau tidak? kalau mau kamu harus menyiramnya, memberi pupuk, dan jangan lupa untuk memangkasnya ketika panjang. Kamu jangan pernah takut untuk pergi ke alam terbuka seperti gunung,dll karena disanalah seringkali Tuhan berbicara secara tersembunyi.

Kalau demikian indah bukan?

Seringkali manusia lupa bahwa ia bertanggungjawab penuh atas apa yang telah ia jinakkan
-Antoine De Saint Exupery, dalam bukunya "Little Prince"-

4. Menghargai kesehatan orang lain

Empat, saya ingin mengajarkan anak saya untuk menghargai kesehatan orang lain. Seringkali saat ini banyak orang melupakan hal ini. Dengan mudahnya mereka membuang asap rokok di tempat-tempat umum, bahkan di dalam rumah di tengah keluarga sendiri. Saya akan berusaha untuk membuat anak saya menjadi orang yang anti-rokok. Akan tetapi seandainya anak saya nanti menjadi perokok, saya akan mengatakan itulah pilihannya, tapi bagaimanapun juga kesehatan adalah hak setiap orang. Kalau kamu ingin merokok, dan melakukan hal yang merugikan kesehatan orang lain sebaiknya pergilah jauh-jauh dan jangan membuat orang lain menjadi korban ketidaksehatanmu.

5. Mencintai secara universal

Lima dan terakhir, saya ingin mengajarkan anak saya nantinya untuk mencintai secara universal. Kalau kamu ingin berpacaran dengan orang miskin atau kaya silahkan, lintas suku silahkan, lintas agama sebaiknya jangan akan tetapi apabila cinta itu begitu besar silahkan jalani sendiri dengan segala resikonya.

Okelah kalau dalam urusan agama saya akan mengatakan sebaiknya cari yang seagama nak, jangan berpacaran beda agama. Beda Gereja aja repot apalagi beda agama, tetapi tidak dengan beda suku. Saya terkadang agak kritis dengan anggapan orang lain terhadap Chinese tradisional yang sering mengatakan "orang Chinese hanya boleh menikah dengan orang Chinese, di luar itu tidak direstui!!!". Mungkin bisa dikatakan bahwa saya ini adalah Chinese moderat. Saya tidak terlalu suka apabila dipaksa mencari yang satu suku dengan berbagai alasan di dalamnya.

Jika saya memiliki anak, saya akan membiarkan ia mencintai pria/wanita dari segala suku, persoalan tampan atau cantik itu relatif bagi semua orang. Hal yang terpenting adalah tidak menjudge seseorang dari luarnya. Apapun sukunya, apapun agamanya ia tetap berhak dicintai dan mencintai. Tuhan yang disembah semua orang dari berbagai suku itu satu dan Ia mencintai semua orang tanpa memandang siapapun. Karena itu, siapakah manusia sehingga ia merasa berhak membatasi perasaan cinta hanya karena terbatasi oleh suku dan status?


Ya kira-kira itulah apa yang saya refleksikan selama ini, entah nantinya berkeluarga atau tidak itu panggilan Tuhan. Tapi setidaknya saya sudah mempersiapkan segala pelajaran hidup yang mungkin bisa saya ajarkan apabila nantinya berkeluarga.

No comments:

Post a Comment